Sabtu, 08 Agustus 2015

A Short Story for Ayya



Stasiun tawang sore ini teramat sangat ramai,hiruk pikuk orang disana sini layaknya pasar pagi. Kujejalkan tubuh mungilku diantara kerumunan orang yang sarat dengan barang bawaannya. Kutengok jam tangan di pergelangan tangan kurusku,masih pukul 15.00 WIB itu berarti 1 jam lagi keretaku datang.


Aku harus kembali ke Surabaya setelah 1 minggu lebih mudik lebaran di kotaku tercita,Jepara. Kuedaran pandangaku mencari-cari tempat duduk yang kosong,kulihat bangku kosong tak jauh dari tempatku berdiri,ranselku bergoyang-goyang ketika kulangkahkan kakiku,kuhela nafasku sekali lagi. Berat sekali perasaanku harus kembali ke Surabaya,jauh lebih berat dari ransel yang kubawa.


Kuturunkan ranselku tepat di sebelah bangku yang kududuki,untuk kesekian kalinya kulihat jam tanganku,15.05 WIB. Kurogoh handphone disakuku,kulihat sebuat chat yang muncul diapikasi blackberry messenger,senyum tipis terlukis di bibir tipisku.Kubuka segera pesan itu,Senyum tipis itu musnah seketika dari wajahku.

“Gimana Ay?” ternyata pesan dari Namira sahabatku.Aku enggan membalasnya,kubuka chat dibawahnya,huruf D masih tertera jelas disitu,wajahku bertambah murung.

Kenapa chatku belum dibaca,dimana dia,kenapa dia gak mau menuhin permintaanku sekali ini saja.


“Ay,paling tidak katakan kalo kamu sayang sama dia,utarakan perasaanmu,urusan respon dia,itu sama sekali gak penting,yang penting kamu lega,dia cukup tau apa yang kamu rasa,udah. Kamu gak mau kan pengalamanku sama Zacky terulang lagi,dia pergi tanpa sempat aku bilang sayang sama dia,sakit Nam..sedih bukan main,sampe sekarang kamu tahu sendiri aku gak pernah ketemu Zacky”kata-kata Namira tergiang-ngiang di telingaku.

Dia gak datang Nam,dia gak datang.Bisikku pilu pada diriku sendiri. Untuk keseratus kalinya kulongokkan kepalaku ke pintu masuk,kuharap akan kudapati sesok laki-laki berperawakan sedang,berkulit bersih dengan senyum hangat di wajahnya.Tapi semakin aku tengok ke pintu masuk,semakin aku kecewa,sosok itu tak pernah tampak.


Bodoh, dia gak mungkin datang,dia gak akan penah datang,kamu ini siapa sih?gak usah berharap terlalu jauh sama dia. Dia gak akan pernah menyempatkan waktunya buat kamu.

Pikiran-pikiran itu berhamburan di pikiranku. Kutengok lagi jam tanganku 15.45 WIB. Meski berat dan sedih,itulah kenyataan. Dia gak datang,dia gak datang. Aku belum bisa bilang kalo aku sayang sama dia. Tanpa terasa cairan bening menetes dari mata bulatku. Seketika kuhapus air mataku,kutelan agar tak ada lagi air mata yang keluar,Oke Ayya..Its enough..dia bukan untukmu.
.

Kugendong ranselku dan mulai berjalan ke arah kuda besi yang telah terpakir. Belum genap 10 langkah kuberjalan,kudengar namaku dipanggil.

“AYYAAA”.kumengenal suara itu dengan sangat baik,suara yag merdu ketika melantunkan adzan,suara yang lembut ketika menasehati,dan suara yang renyah ketika dia terawa lepas.Kak Davin,yaaa..kak Davin..dia datang,seketika aku menengok,dan benar saja kudapati sesosok pemuda tampan berlari kecil ke arahku.

“Sorry Ay,aku telat,tadi ada kerjaan dikit”dia berusaha menjelaskan di tengah nafasnya yang teregah-engah,aku tersenyum bahagia.Kudengar peluit ditiup.

“Keretanya mau berangkat ya Ay,”ucapnya lagi,aku mengangguk pelan,kami berdiri berhadap-hadapan.

“Kak Davin,aku gak punya banyak waktu lagi,kereta mau berangkat jadi Kakak dengerin aku ngomong.”Kataku dengan ekspresi innocent seperti biasanya,Davin tertawa renyah tapi akhirnya mengangguk.Kutelan ludah susah payah.

“Kak,yang kukatakan ini mungkin gila,tapi aku gak bisa simpan lebih lama lagi,aku gak perduli apa respon Kakak,tapi aku mau kakak tahu kalooo…”nafasku tercekat.Kupejamkan mata dan kutarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

“Aku sayang sama Kakak,lebih dari sekedar teman,aku mau Kakak tahu kalo selama ini aku sayang sama kakak selayaknya perempuan sayang ke laki-laki bukan sebagai sahabat atau adik.Kak..aku mau kakak tau kalo selama ini yang aku inginkan itu Kakak bukan Iqbal”pengakuan itu lancar mengalir dari mulutku dengn sekali tarikan nafas. Kutatap mata coklatnya dalam-dalam,ada keterkejutan di mata tu.

Davin diam,aku juga diam.Untuk beberapa detik lamanya kami saling terdiam,peluit kmbali berbunyi,kami tersadar dari kediaman kami.


“Kak,aku berangkat dulu ya..aku Cuma mau bilang itu sama Kakak..sekarang aku lega,aku gak perlu jawaban dari Kakak,aku Cuma pengen Kakak tahu apa yang aku rasain. Assalamualaikum..”

Kutinggalakan Davin yang masih berdiri mematung dengan muka kebingungan, Aku berjalan tanpa berani menoleh ke arahnya,sekali lagi air mataku menetes,tapi kali ini bibirku tersenyum. Lega…ya..aku lega,serasa ada 1 ton beras yang baru saja turun dari pundakku.


“Ayya..”kudengar kembali namaku disebut,aku menoleh.Kudapati Davin berdiri beberapa meter di hadapanku.Kuberanikan menatap wajahnya,dia tersenyum…dan aku tidak bisa menafsirkan arti senyum itu.

“Ayya…aku..”
***

Sorry pembaca aku gak bisa nglanjutin cerita ini,karena dia,sang Ayya,belum ada kesempatan melakukan apa yang kutuliskan.

Ayya..kalo kamu baca..let me ask you a favor..Could you complete this story for me?

1 komentar:

Anonim mengatakan...

zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz

Posting Komentar