Selasa, 15 Juli 2014

Keras kepala, Egois, Itulah Aku (Hati Seorang Rayya chapter 3)



Chapter 3 : Keras Kepala,Egois,Itulah Aku.


Senja yang kemerahan mulai merekah,motor Pandu berhenti di depan rumahku. Aku melepas helm dan turun dari boncengannya.

“Ma kasih Pandu udah dianterin pulang”ucapku sambil mengembalikan helmnya,aku langsung berbalik arah berjalan menuju pintu rumahku.

“Rayya..”panggil Pandu,aku menoleh.

“Kok pacarnya gak diajak mampir sih ”ucapnya santai. Aku diam dan berjalan menghampirinya. Pandu cengengesan.

“Pertama,kamu bukan pacarku.Kedua,ini udah terlalu sore,aku gak enak sama kakak-kakakku kalo bawa cowok ke rumah sesore ini. Trima kasih Pandu udah dianterin pulang.”Aku kembali berbalik dan berjalan meninggalkannya.

“Rayya”Pandu menangkap pergelangan tanganku.Aku kembali menoleh.Pandu membuka tasnya dan mengeluarkan boneka kelinci yang imut.

“Titipan dari Mella.”ucapnya singkat,aku tersenyum,mengambil boneka kelinci itu dan membawanya ke pelukanku.

“Bilang ma kasih ya buat Mella..Daaaaaggg Pandu..”aku kembali berlalu.

“Rayya…”sekali lagi aku dengar Pandu memanggilku.Aku mulai kesal.

“Apa lagi sih Panduuu….”

“Sebenernya itu bukan dari Mella,tapiii..dari kakaknya Mella”ucapnya malu-malu,aku berusaha untuk tidak tersenyum dan terlihat senang. Pandu tersipu lalu dia memakai helmnya.Aku berlari ke pintu rumahku sambil tersenyum-senyum,tanpa menoleh kututup pintu rumahku.Aku berdiri di balik pintu masih dengan memeluk boneka itu dan masih dengan bibir yang terus tersenyum.

“Hayooo…ngapain senyum-senyum sendri”Vida muncul secara tiba-tiba dari kamarku.Aku gelagapan kepergok Vida bertingkah norak seperti itu.Vida tersenyum licik dan berjalan ke arah jendela,masih sempat dia melihat motor Pandu bergerak menjauh.

“Ehhhmmm…pacarnya yaaa..waaahhh…sahabatku udah ngerti pacaran sekarang,baru juga 2 bulan masuk SMA..”Vida menggoda.

“Bukan,itu temen,yang ketemu di mall kemarin.”jelasku

“Ohhh..cowok Cina itu”

“Dia bukan Cina,dia Jawa,Cuma emang kayak cina sih..”

“Yahhh…apapun itu…sejak kapan kamu suka yang sipit-sipit,bukannya dari dulu kamu paling centimen sama yang putih-putih,yang sipit-sipit,eee…sekarang dapet pacar yang kayak gitu,ahahhahahha”

“Dia bukan pacarkuuuu”semburku.Tawa Vida semakin keras.

“Apapun itu ya…siap-siap aja diledekin Annisa sama Shila”Vida mengedipkan matanya.Aku terdiam.

Aduuuhhhhh,….Vida benar,bukannya dari dulu kami berempat selalu menghindari cowok bermata sipit,petakilan. Tapi kenapa aku sekarang..ahhhhh..tidak..tidak..tidak…Pandu bukan tipeku,Pandu bukan kriteria cowok yang akan menjadi pacar pertamaku. Tapi…..Pandu baik,dia juga manis, dia memperlakukanku dengan sangat baik. Tapii…kalo aku jadi pacarnya,habiiiiiis…… aku diledekin sama Vida,Shilla dan Annisa.Aaaarrrrrggghhhhhhh…
***

Bel Pulang sekolah sudah 2 jam yang lalu berbunyi. Siang ini aku pulang telat karena harus menyelesaikan tugas dengan Rere,dan Diden.Kami menuju ke tempat parkir dengan tertawa-tawa.

“Ray,tuh pacarmu nungguin.”Diden menunjuk ke suatu arah. Tampak di situ seorang cowok nangkring di atas motornya.

“Ya Allah Ray..itu si Pandu,dia nungguin kamu dari tadi?ooowww…so sweeettt..”Rere menggoda.

Aku hanya diam.Benar saja.Itu Pandu.Kukira dia udah pulang dari tadi bareng Gading.

“Yaudah ya Ray,aku anter Rere pulang,kan kamu udah ada Pandu”Diden berpamitan,aku mengangguk.

“Daaaagg..Rayya..”Rere dan Diden meninggalkanku sendirian. Aku berjalan menghampiri Pandu,muka Pandu belipet bagai dompet di tanggal tua,kusut bukan main.Melihat aku menghampirinya dia hanya diam.

“Sorry Pandu,aku gak ngerti kalo kamu nungguin.”ucapku gak enak hati.Pandu gak ada reaksi,dia sibuk memainkan kunci motornya. Diam.Akhirnya aku mulai kesal didiamkan seperti itu.

“Pandu,kok kamu diam,ayo pulang”desakku.Pandu mengangkat muka dengan tatapan membunuh.

“Kamu tau gak aku nungguin disini berapa lama,dua jam”akhirnya dia membuka suara.

“Iya Pandu aku minta ma’af,aku kira kamu udah balik duluan sama Gading”

“Dan kamu lupa kan?hari ini kamu janji mau ngajarin aku Matematika”ucapnya datar,tanpa ekspresi.Aku menepuk dahiku,bagaimana bisa aku lupa,benar-benar lupa sama janjiku.

“Ya Allah Pandu sorry banget,aku bener-benar lupa..tadi aku….”

“Asik bercandaan sama Diden kan?”potongnya.Mukanya merah menahan amarah.

“Pandu kamu kok gitu,aku tadi ngerjain tugas sama Diden sama Rere.”jelasku berusaha sabar.Pandu kembali mengunci mulutnya. Semenit dua menit hingga menit-menit berlalu dia hanya diam,aku mulai kesal.

“Pandu aku udah bilang ma’af,udah dong marahnya”ucapku dengan nada sewot.Pandu makin sewot.

“Kok kamu jadi nyolot,harusnya aku yang marah”ucapnya sinis.Aku mulai gak sabar.

“Terserah kamu ah..capek aku ngurusin kamu.Aku pulang”ucapku beranjak meninggalkannya.Melihatku berjalan pergi Pandu kelimputan.

“Rayya..Rayya kok kamu malah ngeloyor pergi,aku disini nungguin kamu,ayo kita pulang”.Aku tak menggubris omongannya,aku terus berjalan.Dia menstater motornya dan berjalan pelan-pelan di sampingku.

“Ayo dong Rayya naik..jam segini udah gak ada bus,mau pulang naik apa kamu.” Suara Pandu melembut melihatku benar-benar marah.Tak sedikitpun aku menoleh ke arahnya.Tiba-tiba aku melihat Isnu mengeluarkan motor dari garasi rumahnya(rumah isnu depan sekolahan kami).

“ISNU..”aku berlari-lari kecil menghampirinya,tak  mempedulikan Pandu yang terus mengikuti di belakangku.

“Loh?Rayya kamu belum pulang”Tanya Isnu heran.

“Udah jangan banyak Tanya ayo anterin pulang”tanpa sempat menunggu respon dari Isnu aku naik ke boncengannya. Isnu menstater motornya dan berjalan meninggalkan Pandu. Aku menoleh sepintas,Pandu masih diam di atas motornya yang menyala,memandangiku dengan pandangan terluka.
***

Pagi itu aku berjalan ke pemberhentian bus. Ya…hari ini aku naik bus,gak barengan lagi sama Pandu. Mengingat nama Pandu,aku mendengus kesal.Tiba-tiba sebuah motor berhenti di sampingku.Aku menoleh,Pandu.

“Ayo naik.”ucapnya singkat.Aku hanya diam dan terus berjalan.Pandu menjejeri langkahku dengan motornya.

“Rayya..kamu gak mau berangkat sekolah bareng aku.”ucapnya sambil melepas helmnya.

“Gak..”ucapku singkat.Pandu geleng-geleng kepala.

“Beneran kamu gak mau bareng sama aku”ucapnya dengan muka kesal yang ditahan.

“Aku bilang gak ya gak,sana berangkat sendiri”balesku sewot. Amarah terlihat jelas di matanya yang bening dan sepit.Dia memakai helmnya,sedetik kemudian dia  putar gas kuat-kuat,motorpun melesat cepat. Aku hanya diam tanpa ekspresi,meski dalam hati ada sedikit kekhawatiran melihat pandu ngebut macam tadi.
***

Hari berlalu,hampir seminggu aku dan Pandu melancarkan aksi tutup mulut. Gak ada satupun diantara kami yang mau mengalah. Di kelas kami diam,tanpa tegur sapa,tanpa sengaja bertabrakan di pintu pun kami hanya diam. Sikap kami yang aneh tentu saja menimbulkan tanda tanya diantara sahabat-sahabat kami. Mereka bertanya-tanya,ada masalah apa diantara kami. Tapi tak sediktpun kami memberikan jawaban. Keegoisan dan kekeraskepalaan kami sudah terkenal di seantero dunia.

Aku diam bertopang dagu,sedangkan temanku yang lain asik bercanda-canda, Pandu tengah asik ngobrol dengan Gading di mejanya.Tiba-tiba mataku dibekap dari belakang. Aku tahu siapa yang melakukannya.Bukan Pandu,tetapi Tanjung.spontan aku berucap,”Pandu”

Gelak tawa seketika meledak,mukaku panas menyadari kekeliruanku. Di pikiranku aku tahu kalau itu Tanjung,tapi kenapa yang keluar dari mulutku malah Pandu. Arrrggghhhh..

“Ciee…cieee…..Panduuu..Pandu terus yang ada di pikiranmu,”goda Tanjung sambil menarik lenganku dan mendorongku ke arah Pandu.

“Bu..bukan-n begitu Tanjung,tadi aku mau nyebut nama Tanjung,tapi slah nyebut Pandu..”pucat pasi mukaku menjelaskan semua itu.Tawa Tanjung dan anak-anak lain semakin meledak.

“Pandu sama Tanjung hurufnya beda jauh kaliiiii”sorak mereka serempak. Tanjung terkekeh-kekeh sambil terus mendorongku ke arah Pandu. Aku gak berani menatap mata Pandu. Pandu hanya diam,dia beranjak ke luar kelas diikuti Gading yang menyadari perubahan ekspresi muka Pandu.
***

Kami sibuk praktikum biologi ketika kudengar Pandu berceletuk.

“Respirasi Aerob itu apa sih?”.Aku menoleh ke belakang dan tanpa sadar aku spontan menjawabnya.

“Respirasi Aerob adalah respirasi yang melibatkan oksigen dalam prosesnya.”Hening. Pandu dan Gading yang duduk di belakangku memandangiku dengan tatapan “Ngapain kamu nyamber-nyamber,kita kan marahan”.Gading sekuat tenaga menahan tawa ketika melihatku menutup mulutku dengan telapak tangan,sedangkan Pandu tetap diam,tapi ekspresinya itu membuatku malu,ingin tertawa,ingin ngledek. Arrgggghhh….Rayyaaa..bego banget sih kamu.

Praktikum bilogi usai kami pun kembali ke kelas. Aku duduk di kursiku seperti biasanya,aku memandang berkeliling,tampak Pandu sedang bersenda gurau dengan Dwi,teman sekelasku yang tinggi dan cantik. Rasa tak nyaman muncul di hatiku. Setitik perih tiba-tiba saja muncul. Apa aku cemburu?

Aku menunduk,menyadari kesalahanku. Pandu gak salah.Aku yang salah,aku egois,dia yang seharusnya marah,bukan aku.Dia udah coba ngebaikin aku,tapi aku gak menggubrisnya.Aku yang ingkar janji. Aku juga gak menghargai pengorbanannya menungguiku selama dua jam.Tapi bukannya minta ma’af malah aku ngambek gak jelas seperti ini. Pandu…ma’afin akuu..
***

Aku berdiri di halte,tapi tak satupun bus yang lewat,hari sudah semakin sore,aduuhhhh..gimana ini.

Tiba-tiba Pandu berhenti di depanku,dia membuka helmnya dan tersenyum ramah.

“Rayya,ayo pulang sama aku.”aku menoleh kesana kemari,tidak ada pilihan lain. Aku mengangguk dan naik ke boncengannya.Sepanjang jalan tak ada satu pun diantara kami yang membuka obrolan. Hening.Diam.Cuma itu yang kami lakukan.Sampai akhirnya kami sampai di depan rumahku.

“Trima kasih Pandu”ucapku singkat dengan terus menunduk.Pandu hanya tersenyum tipis.Seketika dia menstater motorny dan meninggalkanku berdiri di halaman rumahku. Hal yang tak pernah dia lakukan sebelumnya ketika mengantarku.Biasanya dia akan tetap disitu sampai aku menutup pintu rumahku,tapi kali ini,bahkan dia tidak menungguku melangkah masuk.

Aku memandangi punggung Pandu yang bergerak menjauh,tiba-tiba muncul perasaan aneh dalam hatiku.Perasaan takut kehilangannya. Ya…aku takut kehilangan Pandu.Tanpa terasa air mataku menetes menyadari betapa keras kepalanya aku. Aku terus memandangi punggung Pandu yang bergerak menjauh,mengecil dan akhirny hilang dari Pandangan.

“Besok aku harus minta ma’af sama Pandu.HARUS”tekadku.



 *huuaaahhhh...selesai juga chapter 3,tunggu lanjutannya yaa...

0 komentar:

Posting Komentar